Di era yang serba modern ini, mungkin kita
banyak melupakan kisah – kisah islam yang penuh dengan sejarah yang mengharukan,
kisah islam yang lebih di tutupi dengan kisah - kisah para tokoh serta ilmuwan
barat mereka yang menciptakan akan
karyanya, karya yang luar biasa untuk kemajuan serta kemudahan manusia, baik
itu terdapat di buku – buku anak – anak pelajar maupun di buku – buku lainnya, sehingga membuat kita, anak – anak serta
orang lainnya lupa akan kisah cerita islam..
Maka dari sini saya mencoba menceritakan
kembali cerita kisah Seorang Pemuda Yang Tak dikenal, dengan adanya dia tidak
membuat orang sibuk dan di rugikan, dan dengan tiada nya dia tidak membuat
orang lain selalu mencari akan jejaknya, Namun ia adalah seorang Waliyullah
Sang Penghuni Langit..
Mari kita simak ceritanya, semoga dengan
cerita ini dapat manambah kita dalam beribadah kepada Allah dan berbuat baik
Kepada Orang Tua, mengingat zaman sekarang banyak sekali kita dengar anak
bertengkar dengan orang tuanya yang berakhir dengan dengan Pembunuhan, anak
dengan tega membunuh orang tuanya..
Simak lah cerita ini, seorang pemuda yang
berbakti akan kedua orang tuannya dan ia juga Seorang Wali Sang Penghuni Langit
Pada zaman Nabi Muhammad ﷺ, ada seorang pemuda bermata biru,
rambutnya merah, pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya
kemerah-merahan, dagunya menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya,
tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan
menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut yang satu untuk penutup badan
dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang menghiraukan, tak
dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Dalam referensi lain yang saya dapat tentang
ciri khas pemuda ini
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ خَيْرَ
التَّابِعِينَ رَجُلٌ يُقَالُ لَهُ أُوَيْسٌ وَلَهُ وَالِدَةٌ وَكَانَ بِهِ
بَيَاضٌ فَمُرُوهُ فَلْيَسْتَغْفِرْ لَكُمْ
“Sesungguhnya tabi’in yang terbaik adalah
seorang pria yang bernama . Uwais. Ia memiliki seorang ibu dan dulunya
berpenyakit kulit (tubuhnya ada putih-putih). Perintahkanlah padanya untuk
meminta ampun untuk kalian.”
(HR. Muslim no. 2542).
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi
yatim, tak punya sanak famili kecuali
hanya ibunya yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang
masih tersisa. Untuk mencukupi kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai
penggembala kambing. Upah yang diterimanya hanya cukup untuk sekadar menopang
kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada kelebihan, ia pergunakan untuk
membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan
buta, tidak memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar
seruan Nabi Muhammad ﷺ. yang telah mengetuk
pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tak ada
sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya
sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah seruan Islam datang di negeri
Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais selalu merindukan
datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi ke Madinah untuk
mendengarkan ajaran Nabi Muhammad ﷺ
secara langsung. Sekembalinya di Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka
dengan cara kehidupan Islam.
Uwais
senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan
yang sulit ia kabulkan.
“Anakku,
mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan
haji,” pinta sang ibu.
Mendengar
ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati
padang tandus yang panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa
banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin
dan tidak memiliki kendaraan?
Uwais
terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seekor anak lembu,
kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkin pergi haji naik lembu. Uwais
membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak-balik menggendong anak
lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila... Uwais gila..” kata orang-orang yang
melihat tingkah laku Uwais. Ya, banyak orang yang menganggap aneh apa yang
dilakukannya tersebut.
Tak
pernah ada hari yang terlewatkan ia menggendong lembu naik-turun bukit. Makin
hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan
Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa
lagi.
Setelah
8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram,
begitu juga otot Uwais yang makin kuat. Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat
barang. Tahukah sekarang orang-orang, apa maksud Uwais menggendong lembu setiap
hari? Ternyata ia sedang latihan untuk menggendong ibunya.
Uwais
menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah! Subhanallah, alangkah
besar cinta Uwais pada ibunya itu. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit,
demi memenuhi keinginan ibunya.
Uwais
berjalan tegap menggendong ibunya wukuf di Ka’bah. Ibunya terharu dan
bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak
itu berdoa.
“Ya
Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.
“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.
“Bagaimana dengan dosamu?” tanya sang Ibu keheranan.
Uwais
menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah
ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”
Pada suatu hari Uwais merasa sedih akan
hatinya setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah. Mereka itu
telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi,
sedang ia sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan
yang kuat untuk bertemu dengan sang kekasih, tapi apalah daya ia tak punya
bekal
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah
ﷺ mendapat cedera dan giginya patah karena
dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia
segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai
bukti kecintaannya kepada dia ﷺ, sekalipun ia belum
pernah melihatnya. Hari berganti dan musim berlalu, dan kerinduan yang tak
terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam lagi. Uwais merenungkan
diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya dan
memandang wajah dia dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat
membutuhkan perawatannya dan tak tega ditingalkan sendiri, hatinya selalu
gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk berjumpa. Akhirnya, pada suatu
hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan memohon izin kepada
ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi ﷺ
di Madinah. Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan
anaknya.
Dia memaklumi perasaan Uwais, dan berkata,
"Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah
berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu,
berangkatlah Uwais menuju Madinah yang berjarak kurang lebih empat ratus
kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya, tak peduli penyamun
gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat menyesatkan dan
begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui
demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi ﷺ yang selama ini dirindukannya. Tibalah
Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi ﷺ, diketuknya pintu rumah itu sambil
mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti Muhammad ﷺ, sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin
dijumpainya. Namun ternyata dia ﷺ tidak berada di rumah
melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh
ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya
bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi ﷺ
dari medan perang.
Tapi, kapankah dia pulang ? Sedangkan
masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu,
agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya
tersebut telah mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan
berjumpa dengan Nabi ﷺ. Ia akhirnya dengan
terpaksa mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh untuk segera
pulang ke negerinya. Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi ﷺ dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi ﷺ langsung menanyakan tentang kedatangan
orang yang mencarinya. Nabi Muhammad ﷺ
menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Ia adalah
penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan baginda
Rasulullah ﷺ, Sayyidatina Fathimah a.s. dan para
sahabatnya tertegun. Menurut informasi Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh,
memang benar ada yang mencari Nabi ﷺ
dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan
sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah ﷺ
bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak
tangannya." Sesudah itu dia ﷺ,
memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda,
"Suatu ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan
istighfarnya, dia adalah penghuni langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian
Nabi ﷺ wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah
diestafetkan kepada Khalifah
Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda
Nabi ﷺ. tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni
langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada
kafilah yang datang dari Yaman, dia berdua selalu menanyakan tentang Uwais
al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa
heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-sampai ia dicari oleh dia berdua.
Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang
dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama
rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang
datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali mendatangi
mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu
mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota.
Mendengar jawaban itu, dia berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi salam. Namun rupanya Uwais
sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais menjawab salam
kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar
segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang
berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi ﷺ. Memang benar! Dia penghuni langit. Dan
ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara? "Abdullah",
jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun
tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi
siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya
Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu
Uwais telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama
rombongan kafilah dagang saat itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan Imam Ali memohon
agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah,
"Sayalah yang harus meminta do'a kepada kalian". Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk mohon do'a dan
istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais
al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya, berdo'a dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul
Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak dengan
halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui
orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak
diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali
tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang lelaki pernah bertemu dan
ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal menuju tanah
Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus dengan
kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat
seorang laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami
tumpangi, lalu kami memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan
salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu.
"Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu tidak menoleh.
Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah,
tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat bahwa kapal
dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada
Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan
membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami berikut isinya
tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak
apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat".
"Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan
singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya,
"Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah milik orang-orang
fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian.
Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada orang-orang fakir di
Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang itu pun
melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah Uwais al-Qorni
mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami
membagi-bagikan seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun
yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau
Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan
tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika
dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada orang-orang yang
menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak
menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali
kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa
banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan,
"ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga aku pulang dari mengantarkan
jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat penguburannya guna
memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas
kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut
berperang bersama Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah
menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat
mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan untuk
mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya
hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu ada orang-orang yang telah
siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka
saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qorni?
Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki
apa-apa, yang kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi,
ketika hari wafatmu, engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya
manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah
sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang di turunkan ke
bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk
Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni" ternyata ia tak terkenal
di bumi tapi terkenal di langit.
Berita
meninggalnya Uwais Al Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya
telah tersebar kemana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya,
siapa sebenarnya Uwais Al Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui
siapa sebenarnya Uwais Al Qarni disebabkan permintaan Uwais Al Qarni sendiri
kepada Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib agar merahasiakan tentang dia.
Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah di sabdakan
oleh Nabi, bahwa Uwais Al Qarni adalah penghuni langit.
Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).
Begitulah Uwais Al Qarni, sosok yang sangat berbakti kepada orang tua, dan itu sesuai dengan sabda Rasulullah ketika beliau ditanya tentang peranan kedua orang tua. Beliau menjawab, “Mereka adalah (yang menyebabkan) surgamu atau nerakamu.” (HR Ibnu Majah).
Wallahu a’lam bisshawaf
Wassalam....
Dari cerita Guru ngaji saya..
2 komentar
Mantap Gan ... Lanjutkan saya suka
siap pak akan sellau di lanjutkan :)
Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^